Kabut Asap Datang Lagi

Asap datang lagi inilah yang dialami Kota Pontianak bebarapa hari ini. Kabut asap dalam beberapa hari terakhir ini memang semakin mengkhawatirkan, terutama pada malam hari. Tapi hal ini seolah sudah dianggap biasa oleh beberapa masyarakat karena terjadi tiap tahun, sehingga banyak dari masyarakat yang berpergian tidak memakai masker. Padahal asap sangat pekat dan dalam kategori berbahaya. Sehingga sangat membahayakan kesehatan.

Yang selalu dijadikan alasan persolanan kabut asap ini adalah pembakaran lahan yang dilakukan masyarakat sendiri untuk membuka lahan pertanian. Tujuannya adalah untuk menekan biaya pengelolaan. Padahal ini berdampak besar terhadap lingkungan, salah satunya adalah kabut asap yang ditimbulkan dari aktifitas pembakaran tersebut. Persoalan ini memanglah selalu terjadi tiap tahun di kota pontianak, tetapi solusi penanganannya terkesan tersendat. Respon pemerintah dinilai hanya bersifat reaktif seperti membagikan masker gratis dan memadamkan api dilahan yang sudah terbakar.
Berdasarkan Undang – Undang No 41 tahun 1999 tentang kebakaran  pasal 50 ayat 3 huruf d yang berbunyi setiap orang dilarang membakar hutan dan apabila melakukan diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun atau denda paling banyak Rp 5 miliar. Dengan ancaman hukuman yang sedemikian berat seharusnya tidak ada pelaku pembakaran lahan yang akan berani coba-coba membuka lahan dengan cara membakar. Tetapi ancaman yang sedemikan berat tersebut seakan hanya tertulis diatas kertas saja, tidak ada satupun dari pelaku pembakaran lahan yang diberi sanksi. Ini mengakibatkan pembukaan lahan dengan cara membakar masih marak terjadi.
Dalam konseling Behavioral di jelaskan kalau manusia adalah mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor dari luar. Manusia memulai kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian. Prilaku masyarakat yang membakar lahan untuk membuka lahan pertanian adalah reaksi terhadap lingkungan yang telah terbiasa membuka lahan dengan cara membakar sehingga kepribadian masyarakat telah menganggap itu hal yang biasa.
Lebih lanjut dalam konseling Behavioral dikatakan. “Manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar melainkan merupakan hasil belajar, sehingga ia dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi pembentukan tingkah laku”. Masyarakat sebenarnya sadar kalau membuka lahan dengan cara membakar itu dapat merusak lingkungan dan menyebabkan polusi udara. Tetapi masyarakat telah belajar kalau membuka lahan dengan membakarnya akan dapat menghemat biaya pengelolaan dan mengabaikan kesehatan lingkungan. Karena hingga kini belum ada solusi paling tepat yang bisa dilaksanakan masyarakat pertanian Indonesia untuk pembersihan, pembukaan lahan yang ekonomis selain dengan cara membakar.
Tindakan yang tegas dari pemerintahlah solusi yang paling tepat untuk mengatasi kabut asap yang selalu terjadi tiap tahunnya ini agar pelaku jera. Sehingga pembentukan tingkah laku masyarakat membakar lahan untuk pertanian dapat dihilangkan. Semoga di tahun yang akan datang, kasus ini tidak selalu berulang dan dapat teratasi. Untuk sebagian besar penduduk di Kalimantan Barat khususnya Pontianak pengalaman menghirup udara berkabut asap tebal memang sudah biasa terjadi sepanjang tahunnya. Namun mereka juga harus bersiap menghadapi kenyataan di kemudian harinya, terhadap efek kabut asap yang timbul itu, sebagai pemicu munculnya penyakit seperti infeksi saluran pernapasan atas (ISPA).



nahh, dari sekarang kita harus lebih bisa menjaga lingkungan lagi. Akan besar kemungkinan kabut asap bisa ada dimana-mana. Saya,sebagai pelajar ingin mengajak anda semua agar tidak merusak lingkungan. Misalnya melakukan pembakaran sembarangan. Karena ini juga berdampak pada kesehatan kita semua :)


source : http://green.kompasiana.com/polusi/2012/08/03/kabut-asap-datang-lagi/

Komentar